Dedicate Yourself and You Can Find Yourself

Muammar Fauzi Rahman

Jl. R.A Kosasih Ngaweng Rt 03/18
0896 555 87 234

fauzi.muammar@gmail.com

.:SELAMAT DATANG

Terima kasih anda telah mengunjungi website pribadi saya.

Dalam web ini akan dijadikan sebagai sarana mencari informasi, tips dan trik, serta ruang bagi saya untuk berbagi pengalaman.

Sebuah Kisah Abadi Cinta Terindah Sepanjang Masa antara Sayyidina Ali dan Sayyidah Siti Fathimah Azzahra

24/09/2014 15:27

Ada rahasia terdalam di hati Sayyidina Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Sahabat kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya, sungguh mempesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, parasnya. Itulah Sayyidah Siti Fathimah Azzahra, puteri kesayangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, wanita terhormat berperibadi mulia. Dia sadar, dirinya tidak punya apa-apa, untuk meminang puteri Rasulullah. Itulah Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sepupu baginda sendiri.

 


Sebuah Kisah Abadi Cinta Terindah Sepanjang Masa via https://humairaazzahra.wordpress.com


Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Sayyidina Abu Bakr Ash Shiddiq.

"Allah mengujiku rupanya", begitu batin Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi ? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah, sementara Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di tempat tidurnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda'wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr, Utsman, Abdurrahman ibn Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan Sayyidina Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan Ali ? Dari sisi kekayaan, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

''Inilah persaudaraan dan cinta'', gumam Ali.

"Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku."

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

Sayyidina Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya ? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ''Aku datang bersama Abu Bakr dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan Umar.''
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasulullah, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar melakukannya. Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ''Wahai Qurais,'' katanya. ''Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang Umar di balik bukit ini'' ’Umar adalah lelaki pemberani. Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah ! Tidak. Umar jauh lebih layak. Dan Ali ridho.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka Ali bingung ketika mendengar kabar lamaran Umar juga tidak diterima.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi ? Yang seperti Utsman yang kayarayakah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah ? Yang seperti Abul Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulillah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya Abdurrahman ibn Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat?

Pada suatu hari, seperti biasa ketika para sahabat sedang berkumpul di masjid Rasulullah, termasuk Abu Bakr, Umar, dan Sa'ad bin Mu'adz, sampai jugalah perbicaraan mereka kepada masalah Siti Fathimah Azzahra,  Mereka memuji kecantikan dan keagungannya, tetapi mereka juga mempertanyakan mengapa ia belum menikah ?
Abu Bakr mengatakan "Ia telah dipinang oleh orang-orang mulia dan terhormat tetapi tidak diterima oleh Rasulullah dengan ucapan " Urusan Fathimah berada di tangan Allah Yang Maha Agung".

Beberapa waktu kemudian Rasulullah memanggil sahabatnya, Abu Bakr dan mengatakan padanya "Abu Bakr, tidak dapatkan engkau mengemukakan persoalan Fathimah kepada Ali? Menurut perasaanku, Ali tidak menyebut-nyebut Fathimah hanya kerana ia sadar bahwa ia tidak mempunyai apa-apa" Tanpa menyahut lagi Abu Bakr segera menemui Ali bin Abi Talib.
 
Rupanya Rosulullah mencium bau cinta antara Ali dan Fathimah, ternyata memang dari dulu Fathimah sudah mempunyai perasaan dengan Ali dan menunggu Ali untuk melamarnya. Begitu juga dengan Ali, dari dulu dia juga sudah mempunyai perasaan dengan Fathimah, Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan perasaan itu sampai saatnya tiba yaitu suatu jalinan yang di kehendaki Oleh Allah dan Rosul-Nya yaitu Pernikahan.
 
kepadanya Abu Bakar "Hai Ali, semua keutamaan dan kebajikan ada pada dirimu. Sedangkan kedudukan dan hubunganmu dengan Rasulullah dekat sekali. Seperti kau tahu, banyak orang terhormat berdatangan untuk meminang Siti Fathimah Azzahra, tetapi tidak seorang pun yang lamarannya diterima oleh ayahandanya. Beliau hanya menjawab 'Urusan Fathimah berada ditangan Allah'. Dan engkau, apa yang menjadi penghalang bagimu sehingga engkau tidak meminangnya ?"


Mendengar saran Abu Bakr seperti itu Ali tidak segera memberi tanggapan, hanya air matanya berlinang. Beberapa saat kemudian, dengan suara tersekat-sekat ia berkata : "Hai Abu Bakr, sesungguhnya engkau mengingatkan sesuaatu yang sudah lama aku lupakan. Engkau menggugah kembali perhatianku kepada sesuatu yang sudah aku tidak fikirkan lagi. Demi Allah minatku (rasa suka) memang besar kepada Fathimah, dan tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang bagiku untuk meminangnya, kecuali kemiskinan dan kepapaanku."
"Ali, jangan engkau berkata seperti itu," jawab Abu Bakr terharu sambil menepuk-nepuk pundak Ali, mengembirakan hatinya. "sesungguhnya bagi Allah dan RasulNYA semua yang di dunia ini laksana debu  yang berhamburan" .
Setelah berlangsung dialog seperlunya Abu Bakr berhasil mendorong keberanian Ali. untuk melamar puteri Rasulullah.

Beberapa waktu kemudian Ali datang menghadap Rasulullah yang ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salmah. Mendengar pintu diketuk orang, Ummu Salmah bertanya kepada Rasulullah : “Siapakah yang mengetuk pintu?” Rasulullah menjawab: “Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yang dicintai Allah dan RasulNya dan ia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya!”

Jawaban Rasulullah itu belum memuaskan Ummu Salamah Ia bertanya lagi: “Ya tetapi siapakah dia itu?”

“Dia saudaraku orang kesayanganku!” jawab Rasulullah.

Tercantum dalam banyak riwayat bahwa Ummu Salamah di kemudian hari mengisahkan pengalamannya sendiri mengenai kunjungan Sayyidina Ali. kepada Rasulullah itu: “Aku berdiri cepat-cepat menuju ke pintu sampai kakiku terantuk-antuk. Setelah pintu kubuka ternyata orang yang datang itu ialah Ali bin Abi Thalib. Aku lalu kembali ke tempat semula. Ia masuk kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasulullah Ia dipersilakan duduk di depan beliau. Ali bin Abi Thalib menundukkan kepala seolah-olah mempunyai maksud tetapi malu hendak mengatakannya.

Rasulullah mendahului berkata: "Hai Ali nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yang ada dalam hatimu. Apa saja yang engkau perlukan akan kau peroleh dariku!" Mendengar kata-kata Rasulullah yang demikian itu lahirlah keberanian Ali bin Abi Thalib untuk berkata: “Maaf ya Rasulullah. Engkau tentu ingat bahwa engkau telah menerima aku dari ayahku Abu Thalib dan ibuku Fatimah binti Asad di kala aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa.

Sesungguhnya Allah telah memberi hidayat kepadaku melalui engkau juga. Dan engkau ya Rasulullah adalah tempat aku bernaung dan engkau jugalah yang menjadi wasilahku di dunia dan akhirat. Setelah Allah membesarkan diriku dan sekarang menjadi dewasa aku ingin berumah tangga; hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku datang menghadap untuk melamar puteri anda Fathimah. Ya Rasulullah apakah anda berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dengan Fathimah?”

Rasulullah menjawab "Ahlan wa sahlan".

Ummu Salamah melanjutkan kisahnya: “Saat itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum beliau berkata kepada Ali bin Abi Thalib: ''Hai Ali apakah engkau mempunyai suatu untuk mahar''
''Demi Allah'' jawab Ali bin Abi Thalib dengan terus terang ''Engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah pedang, baju perisai dan seekor unta.''

''Tentang pedangmu itu'' kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin Abi Thalib “engkau tetap memerlukannya untuk perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu buat keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh kerana itu aku hendak menikahkan engkau hanya dengan mahar sebuah baju perisai saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah Azza wa­jalla sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi! ”Demikian riwayat yang diceritakan Ummu Salamah.

Kemudian Ali pulang dan membawa baju perisainya, lalu Rasulullah menyuruh menjual kepada Usman bi Affan, kemudian uangnya diserahkan kepada Rasulullah.

Setelah segala-galanya siap dengan perasaan puas dan hati gembira dengan disaksikan oleh para sahabat Rasulullah, Kemudian Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fathimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan mahar 400 dirham, Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.”

“Ya Rasulullah aku ridho” jawab Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Rasulullah mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”

Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Yang pertama adalah pengorbanan, Yang kedua adalah keberanian.


 ’Ali adalah lelaki sejati.,
 “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”


Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah mereka menikah Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu” Ali pun tersenyum.

"Jika kamu memelihara dirimu daripada sesuatu perkara yang haram karena Allah diatas wanita kesukaanmu kerana banyak bersabar, insya Allah hanya dengan izin Allah akan menghalalkannya kepadamu atas kesabaranmu karena Allah"

Ternyata memang dari dulu Fatimah sudah mempunyai perasaan dengan Ali dan menunggu Ali untuk melamarnya. Begitu juga dengan Ali, dari dulu dia juga sudah mempunyai perasaan dengan Fatimah. Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan perasaan itu sampai saat nya tiba, sampai saatnya ijab Kabul disahkan. Walaupun Ali sudah merasakan kekecewaan 2 kali keduluan orang lain, akhirnya kekecewaan itu terbayar juga.

 Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik
sahabatku semua yang dirahmati Allah.

 


Source = https://alhubbistiqomah.blogspot.com